NASEHAT ULAMA KEPADA KAUM MUSLIMIN



 Bismillah...



Syaikhuna al-Fadhil Abu Harits Ali Hasan al-Halaby al-Atsary –hafidhahullah- menasehati kita dalam salah satu muhadhorohnya syarhus sunnah di salah satu Masjid di Yordania pada tanggal 19 Rabi’ul Awwal 1417 H sebagai berikut :

“Kami kaum muslimin khususnya penuntut Ilmu pemula, seperti kita semua ini (Subhanallah, lihatlah bagaimana tawadhu’nya beliau yang menyatakan diri beliau penuntut ilmu pemula, bandingkanlah dengan kita yang pemula namun sudah merasa alim kabir, peny.), tidaklah mereka berhak untuk mengkategorikan bahwa Imam ini termasuk ahlus sunnah, adapun imam itu tidak termasuk ahlus sunnah. Orang ini di jannah dan orang ini di neraka. Orang ini firqah sesat dan orang ini mubtadi’. Vonis terhadap orang lain itu haknya para imam ahli ilmu dan ulama’ ummat yang selalu Allah tampilkan setiap zaman, sebagaimana dalam sabda Nabi :
“Yang membawa Ilmu di setiap generasi adalah orang-orang adilnya. Mereka menghilangkan perubahan dari ahli ghuluw, pegangan dari orang-orang bathil dan ta’wil dari orang-orang jahil.” Dan hadits; “Senantiasa ada sekelompok dari ummatku di atas kebenaran, tidaklah membahayakan orang-orang yang memusuhi dan menyalahi mereka.”
Kalau begitu tugasmu adalah engkau memperbaharui aqidah dan manhajmu, dan istiqomahlah di atas perintah Rabb-mu, berpegangteguhlah dengan sunnah nabimu. tetapi janganlah kau lampaui kemampuanmu, janganlah lompat tangga, dan jangan memvonis orang lain tanpa ilmu, sesungguhnya vonis dan iqomatul hujjah adalah milik ulama’ di zamannya…”

Syaikhuna al-Fadhil Abu Anas Muhammad Musa Alu Nashr as-Salafy al-Atsary juga menasehatkan kita pada saat soal jawab pada pertemuan tertutup du’at salafiyyah ketika Dauroh fi Masaa-il aqdiyyah wa manhajiyyah lid du’at salafiyyah 17-21 Maret 2002 di Masjid Al-Irsyad Al-Islamiyyah, sebagai berikut :

Syaikh ditanya, “Ciri-ciri ahlul bid’ah adalah berpecah belah, apakah nasehat anda kepada kami dalam menyikapi perpecahan yang ada di kalangan orang-orang yang intishab sebagai salafiy yang menimbulkan perpecahan dan sikap saling membenci???
Syaikh menjawab, “Aku melihat banyak soal-soal yang senada, di sini aku temukan soal seperti yang lalu dan telah dijawab oleh Syaikh Salim. Namun, di sini aku menambahkan bahwa tak ada seorangpun yang dapat mengkritik prinisip-prinsip dasar da’wah salafiyyah, aqidah maupun manhajnya. Karena da’wah ini berasal dari ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala bukan ciptaan manusia. Namun ada orang-orang yang berusaha memecah belah barisan ulama, mengadu domba antara thullabul ‘ilm sebagaimana yang diterangkan Syaikh Salim dalam jawabannya tadi (Syaikh Salim menjawab pertanyaan ini sebelum Syaikh Musa, dan beliau mengisyaratkan yang dimaksud orang-orang tersebut adalah Haddadiyun*, peny.). Dari sini kami peringatkan kepada du’at salafiyin untuk mewaspadai gerakan ini yang targetnya hanyalah kejelekan terhadap da’wah salafiyyah yang telah tersebar di seantero dunia sebagaimana menyulutnya api jika disulut minyak. Sampai-sampai terdapat lahan da’wah subur di suatu negeri yang seluruh penduduknya salafiy. Ini adalah realita yang tak dapat disangkal, apalagi sebagian ikhwan telah mendatangi tempat-tempat tersebut. Oleh karena itu, berbagai macam perbedaan dan perselisihan yang terjadi di tengah-tengah salafiyyin jangan sampai dicampuri oleh orang-orang awwam.  Hendaklah mereka menyerahkan hal ini ke tangan para ulama’ dan menyibukkan diri mereka dengan hal-hal yang bermanfaat seperti tazkiyatun nafsi maupun menuntut ilmu. Janganlah mereka menyibukkan diri dengan isu-isu yang disebarkan dan jangan pula ikut campur menyebarkan isu-isu ini, tetapi hendaklah mengecek kebenaran akan berita yang mereka dengar, kemudian mengembalikannya kepada para ulama Rasikhin. Hendaklah mereka menyibukkan diri dengan aib-aib yang ada pada diri mereka. Karena dengan membuat laris isu-isu yang tak jelas ini akan membuat para pemuda bingung dan akhirnya merekapun menjadi mangsa syaithan dari jin dan manusia. Wallahu a’lam
[Haddadiyun = penisbatan terhadap pengikut al-Haddad, kelompok dari Yaman yang berintisab dengan manhaj salafy, sedangkan mereka pada hakikatnya bermanhaj mutasyaddid menyelisihi manhaj salafy yang gemar mencela para ulama’ robbaniyun sebagai mubtadi’ dan lain sebagainya, mereka mencela Ibnu Hajar al-Asqolani, Imam Nawawi, Imam Ibnul Qoyyim, bahkan Syaikhul Islam. Bahkan mereka membakar kitab Fathul Bari’ dikarenakan adanya ta’wil terhadap ayat-ayat sifat dan mereka menganggapnya sebagai kitab sesat. Syaikh Salim mengindikasikan munculnya kelompok New Haddadi ini dan memperingatkan akan bahayanya, dan beliau berpesan agar waspada terhadap mereka, jangan tergesa-gesa mengambil berita, untuk senantiasa bertabayyun dan mentahqiq terhadap segala bentuk issu, karena mereka adalah ahlul fitnah di tengah-tengah salafiyyin saat ini, peny.]



Syaikhuna al-Fadhil Abu Usamah Salim bin Ied al-Hilaly as-Salafy menasehatkan kita dalam kitabnya ar-Riya’u hal. 68-69 sebagai berikut :

“Perhatikanlah orang yang mencelamu, apabila ia jujur dan bermaksud menasehatimu haruslah engkau contoh ia dan janganlah kau marah, karena dia telah memberitahu kekurangan-kekuranganmu. Apabila ia tidak bermaksud menasehatimu, maka ia telah berbuat kejahatan atas dirinya sendiri, dan engkau mendapatkan manfaat dari ucapannya karena ia telah memberitahukanmu apa-apa yang sebelumnya tak kau ketahui, dan mengingatkanmu apa yang engkau lupa akan kesalahan-kesalahanmu. Apabila dia memberikan tuduhan dusta atasmu, padahal engkau terbebas dari kesalahan-kesalahan tersebut, maka berfikirlah engkau dari tiga hal berikut ini :
Pertama, kalau engkau bersih dari kesalahan-kesalahan yang dituduhkan, tapi engkau tidak selamat dari kesalahan-kesalahan lain, karena sesungguhnya manusia itu memiliki banyak kesalahan yang ditutupi Allah, tidak diperlihatkannya kepada orang lain jumlahnya lebih banyak. Maka ingatlah akan nikmat yang diberikan Allah kepadamu sehingga Allah tidak perlihatkan kepada si penuduh kekurangan-kekuranganmu yang banyak, Allah tutupinya dari si penuduh sehingga ia menyebutkan kesalahan-kesalahan yang engkau terbebas darinya.
Kedua, bahwa tuduhan ini merupakan penghapus dosa-dosamu jika engkau sabar dan ikhlash mencari ridha Allah.
Ketiga, bahwa orang yang bodoh ini telah melakukan kejahatan yang membahayakan diennya, ia mendapatkan kemurkaan dan kemarahan Allah, sebagaimana firmannya :
Dan barangsiapa yang mengerjakan kesalahan atau dosa, kemudian dituduhkan kepada orang yang tak bersalah. Maka, sesungguhnya ia telah berbuat sesuatu kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS an-Nisa’ : 112)
Jadilah engkau lebih baik darinya (penuduh/pendusta itu), maafkanlah dan mohonkanlah ampun untuknya, bukankah kau suka apabila Allah merahmatimu dan memeliharamu..”


 Wallohu A'lam


sumber:"Nasehat Abu Salma"
Blog, Updated at: 9:24 AM

Blog Arcive

Random Posts