Apakah ada yang namanya bid’ah hasanah?



[Hakikat Bid'ah dan Hukum-Hukumnya]

👤  *Syaikh Sa'id bin Nashir Al Ghomidi*

Lanjutan..
Pembahasan: Apakah ada yang namanya bid’ah hasanah?
Ketahuilah bid’ah hasanah secara bahasa berbeda dengan bid’ah hasanah secara istilah.

Adapun secara bahasa sebagaimana pernah kita bahas, bahwa bid’ah adalah segala sesuatu yang baru ada yang sebelumnya tidak ada.

Maka bid’ah yang sifatnya bahasa seperti ini bisa saja disifati dengan baik.  Seperti contohnya misalnya dikatakan oleh Umar bin Khattab ketika Beliau mengumpulkan orang-orang taraweh setiap malam , Beliau mengatakan
‎نعمة البدعة هذه
Sebaik-baik bid’ah itu “ini” (maksudnya Bid’ah secara bahasa).

Demikian pula perkataan Imam Syafi’i, bid’ah ada dua macam: bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela.

Demikian pula sebagian Ulama terdahulu dari kalangan salaf yang membagi bid’ah.  Kata Al Imam Ibnu Rojab dalam kitab Jami’ bayaninilman Fadlih, bahwa semua perkataan Ulama Salaf yang membagi bid’ah menjadi bid’ah yang baik dan bid’ah yang buruk itu adalah secara bahasa, bukan secara istilah syari’at.

Adapun bid’ah secara istilah syari’at semuanya buruk, karena itu yang ditunjukan oleh sabda Nabi ‎ﷺ
‎كل بدعة ضلالة
Setiap bid’ah itu adalah sesat.

Dan sudah kita sebutkan bahwa bid’ah secara istilah adalah segala sesuatu yang dibuat-buat dalam agama, yang menyerupai syari’at yang diinginkan darinya yaitu bersungguh-sungguh beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Berarti secara istilah itu adalah yang berhubungan dengan masalah agama dan ibadah, atau masalah dunia yang dianggap ibadah.

Maka apakah ada bid’ah hasanah dari sisi bid’ah secara istilah? Jawab: tidak ada.

Namun mereka yang melakukan bid’ah hasanah mereka sendiri tidak bisa memberikan definisi yang benar, yang berakibat akhirnya semua orang menganggap baik bid’ahnya yaitu menjadi boleh.  Ini sama saja membuka pintu bid’ah selebar-lebarnya.  Yang berakibat akan hilangnya sunnah Nabi ‎ﷺ 

Berikut ini beberapa dalil yang dijadikan dalil oleh orang yang mengatakan adanya bid’ah hasanah:
Dalil yang pertama,
Yaitu Hadits Bilal An haris.
Dimana Nabi ‎ﷺ  bersabda

‎إنه من أحيا سنة من سنتي قد أُميتت بعدي،  فإن له من الأجر مثل من عمل بها من غير أن ينقص من أجورهم شيئاً،  ومن ابتد ع بدعةَ ضلالةٍ  لا تُر ضى اللّٰه ورسوله، كان عليه مثل آثام من عمل بها
Sesungguhnya orang yang menghidupkan sunnah dari sunnahku yang telah dimatikan setelah aku, maka ia mendapatkan pahala seperti yang ia amalkan dan orang-orang mengamalkannya tanpa dikurangi dari pahala mereka, dan siapa yang melakukan bid’ah yang sesat, yang tidak membuat Allah ridho dan Rasul-Nya maka ia mendapatkan dosa orang yang mengamalkannya tanpa mengurangi dari dosa mereka
(di keluarkan Imam Tarmidzi).

Pertama hadits ini didalam sanadnya ada perawi yang dhaif, yaitu Katsir bin Abdullah bin Amr bin Auf, dimana Ibnu Hajar dalam takribnya berkata dhoif.  Sehingga penghasanan Imam Tarmidzi terhadap Hadits ini tidak bisa diterima.  Terlebih para Ulama seperti Adz dzahabi dan lainnya menyatakan bahwa tashihnya Tarmidzi itu sangat longgar, maka karena hadits ini dhoif tidak bisa dijadikan hujjah.

Adapun kalaupun hadits ini diterima atau hujjah atau misalnya shohih tidak bisa juga dijadikan dalil.  Karena perkataan Nabi:
Siapa yang melakukan bid’ah yang sesat yang tidak meridhokan Allah dan Rasul-Nya itu adalah mahfum sifat namamya.

Sama dengan firman Allah contohnya
‎يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً ۖ
_Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian memakan riba berkali-kali lipat. _

Apakah berarti kalau tidak berkali lipat jadi boleh? Tentu tidak.  Mahfum seperti ini disebut oleh para Ulama mahfum sifat, ini namanya mahfum yang sangat lemah ditolak oleh para Ulama Ushul Fiqih.

*Maka perkataan Nabi ‎ﷺ *
Siapa yang berbuat bid’ah yang sesat yang tidak meridhokan Allah dan Rasul-Nya, karena pasti semua yang bid’ah yang sesat tidak akan membuat Allah ridho.

Dan tidak ada mahfum dan tidak bisa diambil mahfum dari hadits ini, ada bid’ah yang tidak sesat yang membuat Allah dan Rasul-Nya ridho, “tidak”.... karena mahfumn ini bertabrakan dengan mantuk hadits lain, yaitu
‎كل بدعة ضلالة
Setiap bid’ah itu sesat

Dan kaidah Ushul Fiqih mengatakan apabila mahfum bertabrakan dengan mantuk, makan mantuk lebih dahulukan, ini kalau haditsnya shohih.
Bagaimana ini ternyata haditsnya dhoif.

Nanti kita akan lanjutkan kembali pada pertemuan yang akan datang.




━══❉🌷••🌷❉ ══━

AL FAWAID AL ILMIYYAH GROUP
oleh: Ustad Badru salam Lc. Hafidzohulloh
Blog, Updated at: 5:07 PM

0 comments:

Post a Comment

Blog Arcive

Random Posts